feedburner
Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

feedburner count

BYON... LeadVision Technology

Dalam kurun waktu cukup singkat, komputer notebook menjadi fenomena yang secara perlahan menggantikan komputer desktop sebagai bagian dari evolusi perkembangan teknologi komunikasi informasi. Dalam perkembangannya, mobilitas memberikan makna penting berkat kemajuan teknologi jaringan yang menyebabkan terjadinya perubahan paradigma tentang komputer dan kaitannya dengan dimensi ruang maupun waktu.

Bersamaan dengan perubahan paradigma tentang ruang dan waktu ini, salah satu elemen penting kehadiran komputer notebook adalah skala ekonomi proses manufaktur yang menyebabkan terjadinya penurunan harga, menjadikan perangkat ini terjangkau oleh siapa saja dan dimana saja menghadirkan fenomena yang sama.

Di sisi lain, teknologi komunikasi informasi tidak lagi hanya menjadi dominasi negara-negara Barat seperti yang dikenal selama ini karena kehadiran merek-merek besar tadi. Kemampuan manufaktur teknologi yang banyak diserap berbagai negara, terutama di kawasan Asia-Pasifik, menghadirkan sebuah konsep lain yang disebut sebagai whitebox atau do-it-yourself (DIY).

Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya masih banyak perusahaan dalam negeri yang berupaya menghadirkan merek-merek lokal sebagai sebuah pilihan alternatif terhadap merek multinasional. Salah satu merek baru yang muncul adalah BYON (baca "biyon"), merek lokal yang menghadirkan konsep menarik "beyond notebook" yang menjadi tren penting perkembangan teknologi komputer untuk masa lima tahun ke depan.

Hal sama juga dilakukan BYON, tapi bedanya komputer merek lokal ini dikembangkan berdsasarkan konsep barebone, memungkinkan kita menentukan sendiri pilihan prosesor, memori, maupun kapasitas hard disk, penggunaan pacu optik, dan beberapa pilihan lainnya. Selain itu, semua komponen yang terpasang pada notebook bermerek juga digunakan BYON yang didukung Intel Corp dan dikembangkan mencapai sekitar 11 negara di kawasan Asia-Pasifik.

Komputer notebook BYON dihadirkan sebagai sebuah terobosan penting pada saat macetnya penjualan komputer yang sekarang didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Merek BYON yang juga diterjemahkan sebagai Build Your Own Notebook menghadirkan sebuah fenomena berbeda, memungkinkan berbagai seri yang dibuatnya (termasuk seri yang akan datang) memiliki keseragaman komponen, menggunakan baterai yang sama, adaptor listrik yang sama, serta komponen-komponen standar lain yang sama (seperti keyboard).

Notebook BYON merupakan langkah awal menuju terbentuknya manufaktur nasional, memberikan peluang berbagai pihak ikut mengembangkan komponen-komponen komputer yang menuju ke arah standardisasi. Artinya, pendekatan komponen secara blok (Common Building Block) memacu untuk membangun sendiri baterai, keyboard, adaptor listrik, pacu optik, monitor LCD, serta panel depan untuk dibuat secara lokal.

Buat pengguna, BYON adalah perubahan penting era komputer notebook yang akan menggantikan posisi komputer desktop. Bagi para penjual dan distributor, BYON adalah merek lokal baru yang menyelamatkan penghasilan akibat semakin menipisnya keuntungan, baik karena migrasi komputer desktop yang semakin kecil serta menurunnya harga-harga komputer secara masif.

Buat Indonesia, BYON membuka peluang baru dan menghindarkan ketergantungan impor teknologi komunikasi informasi yang semakin besar. Awalnya memang mengandalkan OEM, tapi pada skala yang meluas dan masal memberikan peluang tumbuhnya usaha dalam negeri untuk berkembang bersama.

PEMBAHASAN RUU PORNOGRAFI


"Pembahasan RUU yang lain cepat selesai dan hasilnya disahkan menjadi undang-undang, tetapi proses penetapan RUU Pornografi dan Pornoaksi sangat lama," kata Yoyoh Yusroh, Wakil Pansus RUU Pornografi dan Pornoaksi Komisi VIII DPR.

Yoyoh mengatakan DPR masih membahas RUU Pornoaksi dan Pornografi seiring keinginan dari mayoritas masyarakat yang menghendaki agar UU Pornografi dan Pornoaksi segera ditetapkan.

"Pornografi dan pornoaksi dapat membuat pekerja kehilangan etos kerja, dan pelajar merosot prestasinya. Kondisi itu harus segera diperbaiki sekarang juga," katanya.

Bangsa Indonesia kini menunjukkan prestasi yang rendah seperti berhutang dan aksi terorisme, karena itu diharapkan agar tidak bertambah dengan masalah baru dengan persoalan yang ditimbulkan oleh dampak dari pornografi dan pornoaksi, katanya.

Yoyoh berpendapat Presiden seharusnya mengeluarkan surat perintah kepada DPR untuk segera melakukan pembahasan pornoaksi dan pornografi. Pembahasan tersebut akan sangat membantu dalam pembahasan RUU Pornografi dan Pornoaksi.

"Saya berharap Presiden segera mengeluarkan surat perintah, sehingga dapat memudahkan penentuan UU Pornografi dan pornoaksi," katanya.

Disinggung soal rencana penerbitan majalah Playboy versi Indonesia, Yoyoh mengaku sangat menentang rencana tersebut, karena majalah khusus pria dewasa itu dikhawatirkan dapat merusak moral bangsa.

"Di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Hongkong, dan Thailand yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam saja mereka menolak. Apalagi Indonesia sebagai negara berketuhanan," katanya.

Yoyoh menegaskan pihaknya menolak rencana penerbitan majalah Playboy versi Indonesia karena jika diterima, bisa menjadi "keran" bagi masuknya majalah atau tabloid serupa ke Indonesia.

Hasil penelitian oleh Media Watch LPPKM IISP menunjukkan bahwa dari 15 judul sinetron yang tayang di tujuh televisi swasta di Indonesia, tercatat 49 persen pemain sinetron yang mengenakan pakaian tidak senonoh, 14 persen adegan merayu, 11 persen merangkul, dan 11 persen lagi adegan menatap penuh hasrat pada lawan jenis.

Kampanye TV Sehat (KTS) menyebutkan data penonton anak-anak di Jakarta pada tahun 2002 menghabiskan 30-35 jam dalam seminggu untuk menonton televisi, padahal seharusnya dengan kelonggaran pada hari libur jam menonton TV oleh anak-anak tidak lebih dari 15 jam dalam seminggu.

Anti Pornografi

RUU APP BUKAN untuk menyeragamkan budaya,
BUKAN untuk menyeragamkan dalam berpakaian,
BUKAN untuk memaksakan aturan suatu agama.
RUU APP dapat mengangkat suatu kaum/suku yang masih berpakaian / pola hidup
yang tertinggal, dan BUKAN untuk menangkapnya. Kenapa ?
Karena mereka bukan dengan sengaja mempertontonkannya.
Tapi ini merupakan tugas kita untuk menjadikan mereka
lebih beradab dalam era globalisasi ini.

RUU APP ini justru untuk mendefinisikan Pornografi dan Pornoaksi,
karena TIDAK ADA satupun UU yang jelas mendefinisikan pornografi.
RUU APP ini hanya meminta warga negaranya berpakaian secara sopan,
TIDAK untuk memancing birahi lawan jenisnya (baik laki-laki dan perempuan),
TIDAK ada pemaksaan untuk berpakaian model Islami/Arab/Taliban.
RUU APP melindungi kaum perempuan Indonesia dari
pihak-pihak yang justru merendahkan kaum perempuan
dengan dijadikan objek yang laku dijual demi kaum laki-laki hidung belang.
RUU APP melindungi moral anak-anak kita dari bahaya pornografi
demi membangun masa depan bangsa dengan keilmuannya
bukan dengan mempertontonkan tubuhnya atau bahkan melacurkan dirinya.

Janganlah kalian EGOIS karena saat ini
kalian dapat menikmati keindahan tubuh perempuan.
Janganlah kalian EGOIS karena saat ini banyak job order
untuk tampil dan terkenal dengan mempertontonkan tubuh kalian.
Janganlah kalian mengeruk profit dari mempertontonkan tubuh perempuan
yang justru menghinakan/merendahkan kaum perempuan.

Lihatlah masa depan bangsa…
lihatlah masa depan anak-anak bangsa yang masih lucu,
lugu dan mereka sedang giat belajar.
Jangan ganggu dan usik mereka oleh media pornografi.
Jangan hinakan harga diri mereka karena
ibunya/ayahnya mempertontonkan keindahan tubuhnya.



Selamatkan anak-anak kita dari bahaya pornografi !

DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Sistem pendidikan merupakan tumpuan dan tolak ukur dari kemajuan pendidikan disuatu negara. Hasil survei yang dilakukan oelh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada tahun 2001, tercatat Indonesia memiliki system pendidikan terburuk di kawasan Asia. Hal ini menunjukkan bahwa system pendidikan yang ada dinegara kita memerlukan sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang diharapkan dapat meningkatkan perkembangan dan kemajuan pendidikan nasional.

Salah satu kebijakan yang diajukan oleh pemerintah adalah otonomi daerah. Otonomi atau desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Wewenang ini telah diatur dalam undang-undang yang salah satunya menyangkut tentang penyerahan wewenang pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Banyak orang yang pesimis dan tidak jarang pula orang yang optimis atas hal tersebut. Surakhmad dalam Hadiyanto (2004), menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang berani dengan cepat menerapkan otonomi daerah dengan keaneka ragaman, potensi SDM yang terbatas, tanpa pengetahuan, pengalaman, dan kesiapan. Namun berlawanan dengan hal tersebut, ada beberapa daerah yang memang telah menunggu diberlakukannya otonomi daerah, hal ini disebabkan karena daerah tersebut merasa telah mampu untuk mengelola dan mengatur pemerintahan daerahnya sendiri termasuk bidang pendidikan dengan besarnya pendapatan daerah mereka.

Berdasarkan analisis SWOT terhadap kebijakan tersebut terdapat kekuatan yang membuat kebijakan tersebut dapat lahir adalah adanya dukungan dari secara politis dan dukungan masyarakat. Selain itu besarnya anggaran yang diberikan untuk sektor pendidikan ini menjadi sebuah kekuatan bagi berlangsungnya kebijakan ini. Dampak positif yang dirasakan memang cukup besar bagi pendidikan daerah. Salah satunya adalah daerah dapat memanfaatkan aset yang dimilikinya untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan daerah. Selain itu daerah dapat melakukan penetapan-penetapan kebijakan yang mengarah kepada pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah, sehingga hasil pendidikan atau lulusan dapat termanfaatkan untuk mengembangkan potensi daerah.

Kelemahan dari kebijakan ini antara lain adalah tidak meratanya kemampuan dan kesiapan daerah dari sisi mental, keuangan, SDM, serta belum bersihnya dari budaya korupsi. Hal tersebut memunculkan jurang antara daerah berpendapatan besar dan daerah dengan pendapatan kecil. Hal ini disebabkan karena daerah yang kaya akan semakin meningkatkan taraf pendidikannya karena mereka memiliki anggaran yang cukup untuk itu. Bagi daerah dengan pendapatan yang kecil akan mengalokasikan anggaran untuk hal lain yang lebih penting menurut daerah tersebut. Dampak yang lain adalah kurang meratanya tingkat perkembangan pendidikan antar daerah, hal ini disebabkan karena daerah dengan sumberdaya manusia yang kurang akan merasa sulit untuk merapkan kebijakan ini. Berbeda dengan daerah yang memiliki tingkat sumber daya manusia yang tinggi, mereka akan mencari individu yang memiliki SDM dengan nilai kompensasi yang lebih dari daerah lain. Muncul anggapan pula dengan desentralisasi ini hanya akan memindahkan praktik korupsi dari pusat ke daerah. Selain itu dampak negatif yang akan terjadi adalah munculnya keaneka ragaman hasil belajar siswa, karena kurikulum yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan masing-masing daerah memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Dan pada akhirnya dampak-dampak diatas akan mengarahkan pada tidak meratanya kualitas hasil belajar siswa secara nasional. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan.

Dapat disimpulkan bahwa desentralisasi merupakan pemindahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk di dalamnya wewenang untuk mengelola pendidikan daerahnya. Banyak orang yang merasa pesimis dan tidak sedikit pula orang yang merasa yakin bahwa kebijakan ini dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini beralasan karena terdapat dampak positif dan dampak negatif yang muncul akibat adanya kebijakan ini. Dampak positif yang muncul adalah potensi daerah dapat termanfaatkan maksimal karena lulusan memiliki kompetensi yang mengarah pada pemanfaatan dan pengembangan potensi daerah. Sedangkan dampak negatif yang akan muncul adalah kurang meratanya kualitas, serta kuantitas hasil belajar siswa, yang disebabkan karena perbedaan pendapatan daerah serta kualitas sumber daya manusia yang ada antar daerah.

Indonesia Modern Dengan UU-ITE

Label:

Pengguna internet di Indonesia sebenarnya berjumlah cukup besar. Namun, bila angka itu dibandingkan dengan total populasi yang mencapai 207 jiwa, maka diperoleh angka kurang dari 2% penduduk Indonesia yang menggunakan internet. Angka itu makin kecil, kalau dikaitkan dengan kepemilikan komputer di masyarakat kita. Namun bukan berarti, Indonesia tidak perlu payung hukum.

Thomas L. Friedman seorang coloumnist asing The New York Times menggambarkan bahwa globalisasi merupakan hal yang tidak bisa di tolak lagi oleh setiap bangsa. Globalisasi menurut Friedman terjadi pada hampir di seluruh negara di dunia. Globalisasi yang dijabarkan termasuk didalamnya juga pengaruh besar teknologi informasi dalam aktifitas manusia .

Dikutip dari tulisan Teguh Arifiyadi, Inspektorat Jenderal Depkominfo, perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara (borderless). Negara yang sudah mempunyai infrastruktur jaringan informasi yang lebih memadai tentu telah menikmati hasil pengembangan teknologi informasinya, negara yang sedang berkembang dalam pengembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya neo-kolonialisme . Hal tersebut menunjukkan adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan suatu negara. Tanpa penguasaan dan pemahaman akan teknologi informasi ini, tantangan globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dan hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi informasi.

Tertinggal dalam hukum

Disadari betul bahwa perkembangan teknologi informasi yang berwujud internet, telah mengubah pola interaksi masyarakat, seperti interaksi bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, perusahaan, industri maupun pemerintah. Hadirnya Internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi operasional setiap aktifitas manusia.

Jhon Chamber, President dan CEO terkemuka di Amerika bahkan menyebut bahwa saat ini revolusi internet memiliki dampak cukup besar bahkan mungkin lebih besar dari revolusi industri yang pernah terjadi. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet.

Meskipun infrastruktur di bidang teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa oleh pemerintah dan swasta.

Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia d tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudahaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.

Jeane Nelttje Saly berpendapat bahwa perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menimbulkan akibat yang menguntungkan dan akibat yang merugikan bagi masyarakat. Menguntungkan masyarakat karena antara lain komunikasi yang mudah dengan menggunakan informasi elektronik. Merugikan karena hukum terkait belum cukup mampu memfungsikan dirinya sebagai sarana ketertiban. Disinilah tampak jelas bahwa hukum di Indonesia masih tertinggal (bahkan tertinggal jauh) dengan perubahan yang ada di masyarakat.

Sebuah platform

Sebenarnya secara nyata sebelum Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disahkan, dunia hukum Indonesia sudah menelurkan preseden dan upaya penegakan hukum dengan mempergunakan regulasi yang sudah ada. Masih ingat tentang peradilan Akbar Tanjung yang mempergunakan fasilitas live conference ketika menghadirkan mantan Presiden BJ Habibie yang sedang berada di Jerman? Ini merupakan preseden cerdas yang hadir dari seorang hakim berkualitas. Namun preseden ini dinyatakan tidak berlaku dalam peradilan lainnya dengan hakim yang berbeda. Hakim dalam peradilan tersebut menginginkan kehadiran saksi secara fisik, seperti diatur dalam kitab hukum pidana.

Teddy Sukardi, Presiden Federasi Teknologi Informasi Indonesia, mengungkapkan bahwa kehadiran UU ITE seharusnya dipandang sebagai pembentukan platform yang bisa menyepahamkan persoalan yang dihadapi. “Selama ini tidak ada sebuah platform yang memberikan aturan main dalam masalah tersebut,” akunya. Itu sebabnya ia sangat optimis dengan UU ini, sekalipun ia mengatakan bahwa memang UU ini bukan merupakan obat mujarab bagi semua penyakit yang ada.

Teddy menunjukkan bahwa dari sebuah penelitian, Indonesia menempati urutan ke 14 dari 16 negara Asia yang disurvei. Indonesia bahkan kalah menarik sebagai tempat berinvestasi dan berbisnis dibanding Srilanka yang baru saja mengakhiri perang saudaranya. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia saat itu belum memiliki cyberlaw, seperti negara-negara tetangga: Malaysia dan Singapura.

Dalam konteks perdagangan dan perekonomian global, pebisnis Indonesia, mau tidak mau dan suka tidak suka, menggunakan dan memanfaatkan eCommerce. Tentunya masalah ini menyangkut pula masalah transfer elektronik. Mitra dagang dan bisnis Indonesia tentu merasa tidak nyaman karena merasa tidak terlindungi akibat ketidak-adaan cyberlaw. Perlu diingat sejak pecahnya gelembung perekonomian nasional, sejumlah pebisnis merasakan kian sulitnya pembayaran lewat kartu kredit yang diterbitkan di Indonesia.

Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan salah satu asas yang dianut dalam UU ITE. Asas lainnya yang terkadung dalam UU itu adalah manfaat, sikap kehati-hatian, itikad baik, dan netralitas teknologi. Sebagaimana undang-undang layaknya, UU ini mengatur hal-hal pokok dan aspek-aspek yang terkait dengan pemanfaatan TI, khususnya pengelolaan informasi elektronik dan transaksi elektronik.

Karenanya, UU ini harusnya mencakup berbagai aspek, mulai dari informasi elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, transaksi elektronik, tanda tangan elektronik, penyelenggara tanda tangan elektronik, akses ke sistem dan jaringan komputer, nama domain, dan perlindungan terhadap informasi dalam komputer serta sistem komputer. UU juga mengatur aspek-aspek yang belum diatur dalam HaKI, seperti desain situs dan karya intelektual yang ada di dalamnya. Perlindungan juga diberikan atas hak-hak pribadi (privacy). Sehingga penggunaan setiap informasi melalui media elektronik, yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus memperoleh persetujuan pemiliknya.

Selain itu, diatur juga tentang penyelesaian sengketa. Ini mencakup gugatan perdata, tata cara melakukan gugatan itu, pengadilan yang memprosesnya, upaya hukum, arbitrase, dan penyelesaian di luar pengadilan (Alternative Dispute Resolution – ADR) yang bisa berupa negoisasi, mediasi dan konsiliasi.

Yang baru dalam khasanah hukum di Indonesia adalah karena UU ini menganut asas ekstra teritorial. Artinya, UU ini juga berlaku bagi setiap orang yang berada di luar Indonesia yang melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam UU ini yang akibatnya merugikan untuk pihak-pihak yang berada di Indonesia.

Sosialisasi

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Muhammad Nuh mengatakan, saat ini Indonesia menjadi masyarakat modern dengan disahkannya UU ITE dan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). “Dua undang-undang ini menjadi simbol masyarakat modern. Karena ciri-ciri masyarakat modern antara lain keakraban dengan teknologi terkini yaitu teknologi informasi. UU ITE itu adalah simbol dari transaksi elektronik,” kata Muhammad Nuh.

Untuk implementasi UU KIP ini, Menkominfo mengatakan ada empat persiapan yang harus dilakukan yaitu penyediaan infrastruktur hukum baik dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen); pembangunan infrastruktur teknis; pembangunan infrastruktur kelembagaan seperti pembentukan Komisi Informasi Publik; dan komitmen yang tinggi baik dari pemerintah, DPR maupun institusi yudikatif utuk sosialisasi UU KIP tersebut.

Nuh mengatakan diperlukan dua tahun sesuai kesepakatan pemerintah dan DPR untuk memberi waktu kepada semua pihak sebelum UU KIP tersebut diberlakukan setelah diundangkan. “Empat persiapan ini harus dilakukan secara simultan dan paralel satu dengan lainnya hingga dalam waktu dua tahun UU ini efektif bisa dijalankan,” kata Nuh.

Dalam masa transisi, pemerintah akan memanfaatkan waktu dua tahun untuk pembentukan Komisi Informasi Publik, penyusunan dan penetapan PP, petunjuk teknis, sosialisasi, persiapan sarana dan prasarana. Sebelumnya, DPR RI akhirnya menyetujui pengesahan RUU tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi UU setelah sembilan tahun RUU ini dibahas di DPR RI sejak masa bhakti DPR periode 1999-2004. - Dari berbagai sumber